Sekolah Lagi Yuk
Adalah wajar, bagi lulusan baru atau lulusan lama, ingin melanjutkan kuliah ketingkat selanjutnya. Apalagi jika memiliki alasan yang kuat, bukan hanya bingung menghadapi kehidupan setelah lulus. Karena saya manusia biasa, tentu perasaan ingin melanjutkan kuliah ada. Awalnya, saya mencoba ke tempat dulu Kuliah Riset Musim Panas di Canberra, Research School of Earth Science ANU. Pak Profesor menyatakan saya boleh kuliah disana, dengan beasendiri atau mencari dari sumber formal seperti AUSAid atau beasiswa lain. Karena IPK saya tidak sampai pada batas minimal yang boleh melamar beasiswa, tentunya saya tidak punya hak. Kemudian di pertengahan Januari, saya mengirim surel ke Profesor tadi, selain bertanya kembali apakah masih boleh saya melamar untuk melanjutkan studi disana, ditambah dengan info baru adanya beasiswa ikatan dinas Dikti. Sampai sekarang, belum ada jawaban.
Suatu ketika, saya ngobrol tentang topik kuliah di luar negeri. Saya bertanya, kenapa kita harus kuliah di luar negeri, (jika di dalam negeri juga ada jurusan dimaksud)? Saya sendiri butuh waktu lama untuk menjawabnya. Otak sederhana saya hanya berhasil memberi beberapa alasan, yang juga tentunya sederhana, tidak terlalu analitis, berikut:
1. Kebanggaan. Hal ini penting menyangkut percaya diri, sebagai peneliti.
2. Transfer pengetahuan. Meski ada internet, tapi merasakan sendiri berjibaku dengan tuntutan lulus terhormat, dan mendapatkan tambahan pengetahuan (katakanlah) untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan untuk Indonesia.
3. Belajar sikap hidup, sikap meneliti, sikap mental, anak ilmu pengetahuan, yang mencari dan berusaha mempertanggungjawabkan kebenaran yang diyakininya.
Jika tujuannya ikut membangun kemandirian bangsa, apakah tidak bisa dicapai dengan bekal ilmu yang didapat di dalam negeri? Toh nantinya, apapun itu akan diterapkan dengan kondisi negeri ini. Tentunya masih akrab dengan angka-angka antah berantah proyek, sikap mental masyarakat kebanyakan yang apriori dengan isu ilmiah yang tidak populis, dan tentunya selalu ingin sesuatu yang cepat, instan, dan menyenangkan.
Saya lanjutkan berpikir tentang negara tujuan utama melanjutkan kuliah. Beberapa teman tersebar di Eropa daratan, Scandinavia, Inggris, Amerika, Jepang, dan Australia. Karena (mungkin) itulah pusat-pusat pendidikan (atau juga peradaban) dunia. Dimana posisi Cina dan Mesir yang sempat mengalami puncak peradaban? Hey! Juga Indonesia yang katanya kaya akan sumberdaya alam dan potensi bencana?
Modal yang diperlukan tidak banyak sebenanya, TOEFL minimal 550, IELTS minimal 6,5, GRE memadai, dan dua atau tiga surat rekomendasi. Juga uang sekitar 40 ribu dollar Amerika setahun untuk bea hidup dan bea kuliah. Setelah lulus, terus apa? Jelasnya, makin gede tuh utang bagi bangsa, menjadi bagian kecil yang beruntung, tentu ikut betanggungjawab atas bagian besar yang kurang beruntung.
_adw
*mari bersabar dan mengusahakan yang terbaik.
*tribute untuk Triyani, Genia, Anto, Aan, Dicky
Suatu ketika, saya ngobrol tentang topik kuliah di luar negeri. Saya bertanya, kenapa kita harus kuliah di luar negeri, (jika di dalam negeri juga ada jurusan dimaksud)? Saya sendiri butuh waktu lama untuk menjawabnya. Otak sederhana saya hanya berhasil memberi beberapa alasan, yang juga tentunya sederhana, tidak terlalu analitis, berikut:
1. Kebanggaan. Hal ini penting menyangkut percaya diri, sebagai peneliti.
2. Transfer pengetahuan. Meski ada internet, tapi merasakan sendiri berjibaku dengan tuntutan lulus terhormat, dan mendapatkan tambahan pengetahuan (katakanlah) untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan untuk Indonesia.
3. Belajar sikap hidup, sikap meneliti, sikap mental, anak ilmu pengetahuan, yang mencari dan berusaha mempertanggungjawabkan kebenaran yang diyakininya.
Jika tujuannya ikut membangun kemandirian bangsa, apakah tidak bisa dicapai dengan bekal ilmu yang didapat di dalam negeri? Toh nantinya, apapun itu akan diterapkan dengan kondisi negeri ini. Tentunya masih akrab dengan angka-angka antah berantah proyek, sikap mental masyarakat kebanyakan yang apriori dengan isu ilmiah yang tidak populis, dan tentunya selalu ingin sesuatu yang cepat, instan, dan menyenangkan.
Saya lanjutkan berpikir tentang negara tujuan utama melanjutkan kuliah. Beberapa teman tersebar di Eropa daratan, Scandinavia, Inggris, Amerika, Jepang, dan Australia. Karena (mungkin) itulah pusat-pusat pendidikan (atau juga peradaban) dunia. Dimana posisi Cina dan Mesir yang sempat mengalami puncak peradaban? Hey! Juga Indonesia yang katanya kaya akan sumberdaya alam dan potensi bencana?
Modal yang diperlukan tidak banyak sebenanya, TOEFL minimal 550, IELTS minimal 6,5, GRE memadai, dan dua atau tiga surat rekomendasi. Juga uang sekitar 40 ribu dollar Amerika setahun untuk bea hidup dan bea kuliah. Setelah lulus, terus apa? Jelasnya, makin gede tuh utang bagi bangsa, menjadi bagian kecil yang beruntung, tentu ikut betanggungjawab atas bagian besar yang kurang beruntung.
_adw
*mari bersabar dan mengusahakan yang terbaik.
*tribute untuk Triyani, Genia, Anto, Aan, Dicky
1 komentarnya:
Sekolah lagi? Ayuuuuuk.
Tapi pekerjaan nomer satu!
Post a Comment
<< Home