pedagang kakilima di kampus
memulai dengan ungkapan; opini publik adalah fakta.
tiga hari lalu, di sekitaran sekre himpunan saya, hmgm terlucu, nampak pikuk yang tak lazim. o, iya ibu-ibu yang dulu sempat mengisi lembar-lembar semester dua tahun kedua saya di kampus ini. ibu penjual makanan ringan, dan tentunya mengingatkan saya tentang gelas-gelas kopi yang sempat sangat mengahangatkan pembicaraan antar teman di himpunans aya. semacam jembatan antar waktu menunggu kuliah selanjutnya. berselang. serta, ya saya masih ngecengin tetangga yang kadang lewat depan hidung, berjalan menendang-nendang. sekarang masih? entahlah.
sepuluh bulan lalu, tanpa kerasa, saya bersama beberapa teman sempat nginep di tamansari 64, hari ketiga, kami pulang. setelah menyepakati beberapa hal tentang bagaimana pkl di kampus diperlakukan. saya sampai ngetik ulang dua kali nota kesepahaman itu, yang saya ingat besok paginya tidak ada satu himpunan pun yang meneruskan langkah 'advokasi' tersebut. katanya ada unit yang bertahan, tapi saya tidak tahu persis.
waktu itu pemikiran saya selesai di : itb punya rencana yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan warganya. sampai hari ini ternyata tidak demikian. kebutuhan makan , ngemil, dan ngopi warga itb belum terpenuhi oleh sasana yang sudah ada. kbl sebagai kantin muka baru, banyak mendapat keluhan gara-gara pelayanannya tidak sewajar dulu kantin sc.
sempat saya mengisi kuesioner tentang kantin, pelayanan, tempat, dsb. seingat saya, dibutuhkan tiga kantin baru menurut kuesioner itu, untuk memenuhi kebutuhan warga itb.
saya melihat sebenarnya pkl tidak benar-benar hilang dari itb, dan itb tidak benar-benar konsisten untuk melaksanakan programnya. jadi, menurut saya sebanyak apapun pkl yang masuk ke kampus adalah wajar, karena itb tidak lagi secara serius mengurusi masalah ini. serta tidak menyediakan sarana yang cukup untuk memberi pilihan makanan yang layak bagi warganya.
saran saya:
jangan permasalahkan keberadaan pkl kalau kita tidak mempermasalahkan kurangnya fasilitas penyedia makanan di kampus ini. jika alasannya kebersihan, maka itb tidak bersih bukan salah pkl, orang kita sendiri aja yang cuman bisa mencibir ada sampah, tangan ini tetap tidak terenyuh untuk menempatkannya dengan baik.
selama warga merasa nyaman dengan pkl, itb harusnya juga berikap wajar.
nampak kumuh? wc-nya aja kumuh kok.
secara kebiasaan ga bagus? orang water tap aja dipake cuci tangan kok
tidak ngasih masukkan buat itb? materi tidak, kebutuhan warganya iya
marilah kita berulang-ulang menambah daftar 'kesalahan' kita, kalau kita nyaman dengan itu semua, maka hukum tetap di pihak kita.
opini publik; fakta.
suara rakyat; suara tuhan.
publiknya bodoh; faktanya bodoh.
rakyatnya bodoh; ...
tiga hari lalu, di sekitaran sekre himpunan saya, hmgm terlucu, nampak pikuk yang tak lazim. o, iya ibu-ibu yang dulu sempat mengisi lembar-lembar semester dua tahun kedua saya di kampus ini. ibu penjual makanan ringan, dan tentunya mengingatkan saya tentang gelas-gelas kopi yang sempat sangat mengahangatkan pembicaraan antar teman di himpunans aya. semacam jembatan antar waktu menunggu kuliah selanjutnya. berselang. serta, ya saya masih ngecengin tetangga yang kadang lewat depan hidung, berjalan menendang-nendang. sekarang masih? entahlah.
sepuluh bulan lalu, tanpa kerasa, saya bersama beberapa teman sempat nginep di tamansari 64, hari ketiga, kami pulang. setelah menyepakati beberapa hal tentang bagaimana pkl di kampus diperlakukan. saya sampai ngetik ulang dua kali nota kesepahaman itu, yang saya ingat besok paginya tidak ada satu himpunan pun yang meneruskan langkah 'advokasi' tersebut. katanya ada unit yang bertahan, tapi saya tidak tahu persis.
waktu itu pemikiran saya selesai di : itb punya rencana yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan warganya. sampai hari ini ternyata tidak demikian. kebutuhan makan , ngemil, dan ngopi warga itb belum terpenuhi oleh sasana yang sudah ada. kbl sebagai kantin muka baru, banyak mendapat keluhan gara-gara pelayanannya tidak sewajar dulu kantin sc.
sempat saya mengisi kuesioner tentang kantin, pelayanan, tempat, dsb. seingat saya, dibutuhkan tiga kantin baru menurut kuesioner itu, untuk memenuhi kebutuhan warga itb.
saya melihat sebenarnya pkl tidak benar-benar hilang dari itb, dan itb tidak benar-benar konsisten untuk melaksanakan programnya. jadi, menurut saya sebanyak apapun pkl yang masuk ke kampus adalah wajar, karena itb tidak lagi secara serius mengurusi masalah ini. serta tidak menyediakan sarana yang cukup untuk memberi pilihan makanan yang layak bagi warganya.
saran saya:
jangan permasalahkan keberadaan pkl kalau kita tidak mempermasalahkan kurangnya fasilitas penyedia makanan di kampus ini. jika alasannya kebersihan, maka itb tidak bersih bukan salah pkl, orang kita sendiri aja yang cuman bisa mencibir ada sampah, tangan ini tetap tidak terenyuh untuk menempatkannya dengan baik.
selama warga merasa nyaman dengan pkl, itb harusnya juga berikap wajar.
nampak kumuh? wc-nya aja kumuh kok.
secara kebiasaan ga bagus? orang water tap aja dipake cuci tangan kok
tidak ngasih masukkan buat itb? materi tidak, kebutuhan warganya iya
marilah kita berulang-ulang menambah daftar 'kesalahan' kita, kalau kita nyaman dengan itu semua, maka hukum tetap di pihak kita.
opini publik; fakta.
suara rakyat; suara tuhan.
publiknya bodoh; faktanya bodoh.
rakyatnya bodoh; ...
0 komentarnya:
Post a Comment
<< Home