Monday, May 14, 2007

Turun Gunung

Sedari kecil, saya senang film kungfu. Selain karena banyak gerakan-gerakan keren pemain kungfu, cerita heroik, kisah manusiawi, dan kesederhanaan latar belakang cerita serta kesederhanaan setting film menjadi daya tarik tersendiri buat saya.

Banyak sekali film ketika saya kecil, mungkin sampai sekarang(?), yang berutur dengan setting seperti ini:

1. Ada sebuah perguruan kungfu dengan aliran tertentu, misalkan aliran elang. Perguruan ini dikepalai seorang guru dengan anak laki-laki

(hehe mulai seru kan postingannya...)

2. Ada sebuah perguruan kungfu lain dengan aliran yang berbeda dari perguruan pertama, misalkan aliran ular.
3. Kedua perguruan di atas bersaing memperebutkan pengakuran pendekar sejati (kata-kata ini keren pisan, pendekar sejati, anjir!). Suatu ketika sifat arogan kepala perguruan ular menempatkan si guru elang dan ular pada kotak pertempuran maut yang harus merenggut nyawa guru elang.
4. Maka dengan berang, anak guru elang berlatih sekeras mungkin (work hard, play hard ;p) untuk menuntut balas. Biasanya ada tokoh pengemis yang ikut mengajarkan si anak muda ini, biasanya juga jurus yang diajarkan adalah jurus mabuk atau taichi, jurus kelembutan jurus perasaan.
5. Suatu ketika, setelah siap sedia menuntut balas dengan jurus mabuk yang ampuh. Anak elang kemudian mencari guru ular. Berantem, kalah deh guru ular. Dendam terbalas, hiduplah bahagia, untuk dendam selanjutnya. Hehe.

Hal paling menarik bagi saya adalah di poin 5. Sampai suatu hari saya berpikir, kalau saya hidup di jaman seperti itu, saya tidak akan turun gunung kalau belum jadi jagoan. Paling tidak, bisa mempertahankan diri dan mendapatkan kepercayaan seorang perempuan cantik untuk diperistri hehe. Kondisi jaman sekarang, sama saja ternyata. Kalau belum cukup jagoan dari kampus, jangan berani keluar kampus. Atau sudah memutuskan mati konyol digebukin berandalan kelas kedai kopi? Harus bisa mempertahankan diri, ilmu kanuragan seperti apa yang cukup kuat diandalkan? Entah bagi temen-temen, tapi bagi saya hanya satu jawabannya : karakter. Karakter seorang pendekar sejati. Karena tidak pernah tahu ilmu yang dia punya sekarang cukup untuk lawan yang akan ditemui esok hari atau nanti sore. Meski mungkin hanya dengan alasan sepele, malakin misalnya.

Sudahkah karakter saya siap turun gunung?

Mari kita lihat jawabannya minggu ini, minggu depan, dan awal Juni 2007.

Sudah siapkah anda turun gunung?

Kita tidak akan pernah siap, tidak akan pernah.
Kita selalu siap, kapanpun.

_adw
*pendekar sejati = anjir = misi : perbaikan peradaban manusia

2 komentarnya:

Blogger Beni Suryadi bilang...

mencerahkan.
terima kasih.

1:59 pm  
Blogger adiwiarta bilang...

karena matahari ada di masing-masing hati dan mata yang menyala.

terimakasih.

_adw

1:46 am  

Post a Comment

<< Home