Cepat Sembuh Bu
Sore hari, sebuah sms sederhana yang menanyakan kabar Ibu saya demikian menghenyak. Segera saya menghubungi rumah, dan bayangan Ibu yang sakit terus saja melumat batin ini, sampai saat ini. Adalah ingin melihatya tiap hari, memastikan mereka baik-baik saja. Tapi kadang rasa yang hangat itu remuk oleh satu persatu keharusan, yang dibahasakan dengan komitmen, yang dituliskan beban kerja. Dan beban kebodohan tentunya. Bodoh untuk meghabiskan waktu denga sampah yang dianyam melewati waktu. Ya tuhan.
Kenapa ini semua serba panas tak tenang. Kenapa semua tidak bisa jernih saja tentang saja. Kenapa kemarahan semakin mendesak untuk dikatakan, untuk dilakuan, dan tanpa berpikir panjang untuk dimuntahkan, sekarang juga. Saya marah, kepada. Diri saya sendiri. Saya marah, kepada. Pilihan yang kemudian menginjak saya sedemikian rendah. Saya marah, kepada kemarahan ini.
Ibu, emih, cepet sembuh ya, minggu ini saya pulang.
_cu'an
Kenapa ini semua serba panas tak tenang. Kenapa semua tidak bisa jernih saja tentang saja. Kenapa kemarahan semakin mendesak untuk dikatakan, untuk dilakuan, dan tanpa berpikir panjang untuk dimuntahkan, sekarang juga. Saya marah, kepada. Diri saya sendiri. Saya marah, kepada. Pilihan yang kemudian menginjak saya sedemikian rendah. Saya marah, kepada kemarahan ini.
Ibu, emih, cepet sembuh ya, minggu ini saya pulang.
_cu'an